REVOLUSI MENTAL = TAUHIDULLAH??


Revolusi adalah sebuah kata yang digambarkan sebagai proses perubahan yang terjadi dalam jangka waktu sangat cepat, sedangkan mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Hal yang perlu digaris bawahi dari revolusi adalah kata ‘Perubahan’. Menyoroti kebijakan Presiden Jokowi tentang program Revolusi Mentalnya yang digadang-gadang menjadi program unggulan Presiden, muncul sebuah pertanyaan dalam benak penulis apa sebenarnya yang ingin dirubah? Jawabannya adalah Mental. Pertanyaan selanjutnya, apa itu mental? bagaimana merubah mental? Siapakah yang berhak merubah mental seseorang?. Jika kita bisa menelaah lebih dalam tentang 3 pertanyaan tersebut, sepertinya kita akan mengetahui apa yang dimaksud dengan revolusi mental.

Dari sudut pandang ilmu psikologi, kata mental diambil dari bahasa Latin yaitu dari kata mens atau metis yang memiliki arti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Dengan demikian mental ialah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi gerak-gerik individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi (suasana) mental atau jiwa. Berbicara mental maka kita akan berbicara tentang jiwa. Mendefinisakan jiwa bukanlah perkara yang mudah bahkan lebih sukar daripada membuktikan adanya. Maka, wajar ketika ditemukan ada perbedaan dalam memahami arti dari jiwa, karena perbedaan tersebut sebenarnya hanya karena metode dan cara pandang yang berbeda. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat jiwa dari sudut pandang psikologi Islam.

 

Pengertian jiwa dalam perspektif psikologi merupakan cerminan dari perilaku yang dimunculkan oleh seseorang dalam bentuk tindakan dan perbuatan nyata yang meliputi tindakan yang dapat teramati (perilaku terbuka) maupun tindakan yang tidak dapat diamati secara langsung (perilaku tertutup) dalam hubungannya dengan realitas ekternal di luar dirinya. Tindakan yang dapat diamati secara langsung diantaranya berbicara, memukul, memegang dan masih banyak lainnya sedangkan, perilaku tertutup diantaranya adalah perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap.

Kembali kepada fokus kita bahwa kita akan merubah mental manusia itu artinya kita akan merubah perilaku atau tindakannya baik yang bisa diamati maupun yang tidak bisa diamati. Sebelum merubah, sudah menjadi sebuah keharusan untuk berfikir apa yang mau disasar untuk dirubah.

Langkah awal untuk merubah perilaku seseorang adalah dengan merubah cara pandangnya. Umumnya manusia bertindak berdasarkan bagaimana ia berfikir dan memandang hidupnya. Apa itu cara pandang? Cara pandang atau istilah kerennya mindset adalah kesatuan keyakinan yang kita miliki dari nilai yang dianut, kriteria, harapan, sikap, kebiasaan, keputusan dan pendapat dalam memandang sebuah kehidupan dan menjadi alat pertimbangan kita dalam menentukan tindakan. Ya, mindset bisa kita sebut sebagai keseluruhan keyakinan dalam memandang sesuatu.

Harmonisasi jiwa akan tercipta jika apa yang diucapkan selaras dengan apa yang diyakini, dan apa yang diyakini selaras dengan yang diperbuatnya. Kebanyakan manusia menjadi ‘tidak waras’ karena apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan apa yang diyakini sehingga manusia seperti ini akan mengalami kebingungan yang nyata terhadap tindakan yang akan dilakukan. Kondisi tersebut dalam psikologi disebut sebagai intrapersonal conflict (konflik batin). Konflik batin terjadi jika manusia merasakan adanya pertentangan antara dua hal atau lebih di dalam pikirannya, namun ia belum mampu untuk memilih yang ingin dipilihnya. Kita ambil saja contoh, manusia yang ingin melakukan korupsi tentu tidak dengan mudah melakukannya, apalagi untuk koruptor kelas pemula. Sebelumnya akan terjadi pertentangan antara nilai atau norma yang dianggap benar dengan kondisi dirinya yang terdesak apakah desakan dari luar atau bahkan desakan dalam dirinya sendiri (Nafsu). Kondisi seperti ini bagi setiap manusia tidaklah mudah, namun pertentangan akan selesai hanya dengan satu cara yaitu pemilihan. Pada hakikatnya tidak ada seorang manusiapun yang tahan berlama-lama berurusan dengan konflik, manusia cenderung akan mengejar kesenangan dan menghindari kesakitan. Sehingga salah satu cara merubah tindakan adalah memastikan mindset kita benar atau tidak.

Tidak mudah untuk mengubah sebuah cara pandang dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang, karena mindset akan membentuk sebuah pola berfikir tertentu dan cara meyakini sesuatu hal. Tekhnik yang bisa dilakukan untuk merubah pola adalah dengan cara pengulangan secara konsisten. Pengulangan yang dimaksud disini adalah pengulangan informasi ke dalam pikiran manusia secara terus meneurs dan intens sehingga informasi tersebut masuk ke alam bawah sadar. Informasi yang diharapkan adalah informasi yang baik dan benar bukan informasi yang sifatnya negatif seperti propaganda isue dan perbuatan makar. Inilah kunci kekuatan perubahan mindset jika alam bawah sadar manusia mulai bekerja, maka mimpi akan menjadi nyata. Tidak cukup bagi manusia hanya dengan menggunakan tekhnik pengulangan, landasan seseorang dalam merubah mindsetnya juga harus dipastikan benar.

Landasan yang bisa digunakan dalam merubah cara pandang manusia adalah kepercayaannya atau dalam bahasa agama Islam kita sebut sebagai Iman. Iman didefinisikan secara umum sebagai kepercayaan yang diucapkan secara lisan, diyakini sepenuh hati dan diekspresikan dalam bentuk tindakan. Dalam Islam, iman yang dimaksud adalah Tauhid.

Tauhid dalam konteks sederhana adalah mengesakan Allah sebagai Pencipta, Raja Langit dan Bumi, dan Dzat Tunggal yang wajib disembah. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan utuh yang mengandung unsur ketiganya, sehingga jika setiap manusia menjadikan tauhid sebagai sebuah landasan dalam cara berfikir dan meyakini sesuatu, dipastikan revolusi mental akan menjadi kenyataan. Kenapa? Karena dengan tauhid manusia akan merasa merdeka, tidak terjajah, takut berdosa dan rendah diri dihadapan Allah. Allah-lah sebagai pemimpin dan pengatur bumi, sebagai pencipta alam semesta, dan sebagai satu-satunya yang berhak kita sembah. Allah-lah yang berhak merubah mental kita diiringi dengan ikhtiar dari manusia itu sendiri. Sehebat apapun pemimpinnya, jika Allah tidak berkehendak semua nihil terjadi.

Seandainya setiap manusia memiliki cara pandang tauhid maka produk revolusi mental akan menciptakan masyarakat yang baik yang hidupnya senantiasa diisi dengan ibadah kepada Allah saja. Rasa takut hanya kepada Allah, ketaatan dan ketundukkan hanya bagi Allah. Dipastikan korupsi akan mati, suap menyuap aparat hukum akan menjadi penolakan keras, nilai-nilai kejujuran dan keadilan akan diutamakan daripada sekedar kebutuhan perut dan dibawah perut, SDM bangsa mandiri dan bisa berdiri di kaki sendiri (Berdikari). Masyarakat inilah yang seharusnya digadang-gadang untuk diciptakan menjadi sebuah peradaban bangsa besar seperti di Negara Indonesia. Apakah cukup sampai disitu? Sepertinya tidak, masih banyak pekerjaan-pekerjaan aparat negara yang harus diselesaikan secepatnya dalam rangka membangun mental Bangsa Indonesia.

Bisa penulis simpulkan jika ingin melakukan revolusi mental maka ubahlah bagaimana cara manusia memandang dan berfikir tentang hidupnya karena apa yang dipikirkan adalah cerminan tindakannya. Disinilah bisa kita sebutkan bahwa revolusi mental erat kaitannya dengan perubahan landasan cara berfikir dan keyakinan seseorang. Sebaik-baik landasan berfikir yang benar bersumber dari Tauhidullah. Tidak ada perilaku yang berubah jika cara berfikirnya tidak berubah, tidak ada perubahan jika yang kita sasar terlebih dahulu adalah perilakunya, seperti pepatah inggris yang mengatakan bahwa “You are what You think”.

Tanpa adanya perubahan yang radikal maka revolusi tidak akan pernah terjadi, seperti sebuah pohon jika buahnya busuk jangan potong batangnya, tapi cabutlah akarnya lalu tanam dengan pohon baru, maka selesai masalahnya.

Penulis : Mutia Qana’a S.Psi., M.Psi

21-Januari-2016

 

Kepustakaan:

Sukanto, Nafsiologi; Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi, (Jakarta: Integrita Press, 1985). Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976). Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran Dan Tokoh-Tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986). Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam; Menuju Psikologi Islami, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1997).

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *