“Sebuah Cerita, Sebuah Inspirasi”


Pagi itu di salah satu RSUD Kota Cimahi, saya sedang duduk di sebuah klinik pemeriksaan jiwa. Wah..bukan saya yang sakit jiwa namun saya hanya ingin membuat surat keterangan sehat rohani. Sambil menunggu saya memperhatikan pasien-pasien yang duduk di samping kiri dan kanan saya, di sebelah kiri saya ada seorang perempuan muda menggunakan jilbab, berjaket hitam dari perawakannya seperti seorang mahasiswi Universitas di Bandung, dan benar saja ia menggunakan jaket almamater kampusnya. Di sebelah kanan saya ada seorang laki-laki paruh baya kisaran usia 38 tahun, perawakannya tidak terlihat rapih, kulitnya hitam, rambutnya acak-acakkan, wajahnya lusuh serta sedikit ‘berbau’. Kesan yang saya tangkap bisa jadi ia adalah pasien dokter jiwa. Hmm..saya pun penasaran dan ingin sekali menyapa, akhirnya saya memberanikan diri untuk menyapanya dengan bertanya ‘Pak mau periksa juga ya?’ tidak disangka ternyata ia menjawab dengan ramah ‘Iya neng, neng juga mau periksa?’ diawali dari sapaan tadi ternyata perbincangan kami berlanjut, ia menceritakan dengan terbuka bahwa dia adalah seorang mantan pasien RSJ, sudah hampir 5 tahun mengalami depresi dan ‘hampir gila’.

Ia bercerita bahwa ia menjadi depresi karena ditinggal oleh istrinya, masalah utamanya adalah ekonomi keluarga. Ia merasa istrinya tidak pernah puas dengan uang yang diberikan setiap bulan, karena masalah itu istrinya meninggalkannya. Ditinggal istri, ia pun menceritakan bahwa dirinya menjadi putus asa, hancur, dan hilang harapan. Ia sering melamun, berdiam diri, bahkan kehilangan ketidaksadaran. Terkadang ia berjalan ke suatu tempat tanpa disadari, tiba-tiba sudah di Sukabumi, dompet hilang, sepatu hilang. Begitu terus sampai puncaknya ia berniat untuk melakukan bunuh diri sebanyak 3 kali. 2 kali minum racun tikus namun gagal, 1x berusaha lompat dari atap rumah tapi bajunya terkait batang pohon. “Yah neng kalau kata Allah belum saatnya mati mah belum neng” sambil tertawa. Tapi akhirnya dia pun sadar untuk apa mati konyol hanya demi seorang wanita, baginya ternyata hidup lebih berharga ditambah keluarganya yang terus mendukungnya selama ia mengalami ‘sakit’.

Menariknya selama ia menceritakan sakitnya, ia menunjukkan sesuatu yang ada di dalam tas-nya. ‘Tapi neng kalau saya jalan sendiri dan sedang tidak sadar, saya membawa ini” sambil mengeluarkan sebuah benda dari dalam tasnya. Saya pun melihat apa yang dia tunjukkan, wah..saya takjub dengan jalan pikirannya. Ternyata ia membawa surat diagnosa dari RSJ dengan diagnosa tertulis “Schizoprenia tipe manis”. Suratnya asli dan dilaminating tapi sudah sangat lecek karena sepertinya terus dibawa kemana-mana. Ia mengatakan saya membawa ini agar ketika saya ‘kumat’ orang akan memaklumi kondisi saya dan saya bisa dibantu kembali ke rumah. Saya kagum dan saya katakan kepadanya ‘Wah..pak saya kagum dengan jalan pikiran bapak, kalau saya jadi bapak mungkin saya gak kepikiran pak hehe..” sambil tertawa bersama.

Fiuuuhhh,,saya menghela nafas panjang, Subhanallah betapa saya harus bersyukur dengan hidup saya sekarang atas nikmat yang Allah berikan berupa kesehatan fisik dan jiwa. Ternyata dibelahan dunia sana banyak orang-orang yang jiwanya tertekan, gelisah dan bermasalah sehingga bisa menjadi gila. Tapi cerita bapak yang duduk disebelah kanan saya sangat menginspirasi saya disela-sela menunggu panggilan pasien selanjutnya. Terimakasih pak cerita hidupnya yang menginspirasi saya untuk selalu menghargai orang lain dalam kondisi apapun karena kita tidak berhak sombong dan memandang manusia lain lebih rendah dari diri kita..

Selamat berkarya & Senantiasalah berbuat baik.. ^_^


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *